Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
Sudah
menjadi sebuah pemahaman umum bahwa syariat Islam itu ditegakkan di
atas kemudahan. Kemudahan inilah yang telah menjadi ruh syariah Islam
serta membuatnya unik dibandingkan dengan syariat yang pernah turun
sebelumnya.
Salah satu bentuk kemudahan yang nyata adalah dengan
disyariatkannya shalat jama’ antara Dzhuhur dengan Ashar dan jama’
antara Maghrib dan Isya’.
Namun implementasi kemudahan ini
memiliki aturan dan sebab tertentu, yang hanya ditegaskan lewat
nash-nash syar’i, baik lewat perkataan, perbuatan atau taqrir dari
Rasulullah SAW. Adapun implementasi di luar dari apa yang telah
ditetapkan oleh pembawa risalah, hendaknya dijauhi dan ditinggalkan.
Para
ulama kemudian menyusun dari beragam sumber hukum Islam, terutama dari
Al-Quran dan As-Sunnah, hal-hal yang membolehkan seseorang melakukan
shalat jama’. Di antaranya adalah karena perjalanan, karena sakit,
karena hujan, karena waktu yang mendesak atau karena sedang haji.
Khusus
tentang jama’ shalat karena sebab perjalanan, adalah sudah menjadi
kesepakatan para ulama dari semua kalangan, kecuali pendapat mazhab
Al-Hanafiyah yang menolaknya. Namun jumhur ulama seluruhnya sepakat
bahwa safar atau perjalanan adalah satu satu di antara sebab-sebab
dibolehkannya jama’ shalat.
Adapun dalilnya adalah:
مُعاذ
قال: «خَرجنا مع النبيِّ صلى الله عليه وسلم في غَزوة تبوك فكان يُصلّي
الظُّهر والعَصر جميعاً، والمغرب والعشاء جَميعاً» رواه مسلم.
Dari
Muadz bin Jabal ra. berkata, Kami bepergian bersama Rasulullah SAW dalam
perang Tabuk. Beliau shalat Dzhuhur dan Ashar dengan dijama’. Demikian
juga Maghrib dan Isya’ dengan dijama’.
Dari ‘Aisyah ra. berkata,
“Awal diwajibkan shalat adalah dua rakaat, kemudian ditetapkan bagi
shalat safar dan disempurnakan bagi shalat hadhar .”
Dari
‘Aisyah ra. berkata, ” Diwajibkan shalat 2 rakaat kemudian Nabi hijrah,
maka diwajibkan 4 rakaat dan dibiarkan shalat safar seperti semula .”
Syarat yang harus ada dalam perjalanan itu menurut ulama fiqih antara lain:
a. Niat Safar
b. Memenuhi jarak minimal dibolehkannya safar yaitu 4 burd . Sebagian ulama berbeda dalam menentukan jarak minimal.
c. Keluar dari kota tempat tinggalnya
d. Shafar yang dilakukan bukan safar maksiat
Dari
kriteria yang ditetapkan para ulama tentang syarat perjalanan yang
membolehkan jama’, tidak disebutkan misalnya bahwa perjalanan itu harus
mengakibatkan rasa lelah atau capek. Sehingga meski tidak capek atau
tidak lelah, kita tetap dibolehkan bahkan lebih dianjurkan untuk
menjama’ shalat.
Misanya, Anda pergi naik pesawat ke Surabaya
yang hanya butuh waktu kurang lebih 1 jam, Anda sudah boleh menjama’
shalat. Sebab persyaratannya memang telah dipenuhi. Sementara syarat
bahwa perjalanan itu harus melelahkan, justru tidak pernah dicantumkan
oleh para ulama sejak dahulu. Maka meski tidak merasa capek, secara
hukum syariah, memang sudah dibolehkan untuk menjama’nya.
Wallahu a’lam bishsawahb wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,